Semakin padatnya jalanan saat ini oleh berbagai jenis kendaraan, membuat pemerintah semakin sering membangun jalan raya atau memperluas jalan raya yang sudah ada, sebagai cara untuk mengurangi kemacetan lalu lintas. Hal ini dapat terlihat dengan jelas dari banyaknya lokasi proyek yang dilengkapi dengan alat berat pembuatan dan pengaspalan jalan. Hanya saja, cara ini tidak selalu berhasil untuk mengurai kemacetan. Khususnya dilokasi dengan banyak hambatan, seperti lampu merah, rel kereta, atau pusat perbelanjaan. Untuk mengatasi masalah kemacetan di lokasi seperti ini, pembangunan jalan layang dijadikan salah satu jalan keluarnya. Jalan layang ini biasanya dibangun untuk melewati berbagai hambatan tersebut, sehingga kendaraan yang lewat tidak perlu berhenti akibat hambatan ini. Jadi, secara tidak langsung kemacetan pun akan berkurang.
Namun sayangnya, pembangunan jalan layang juga bukanlah hal yang mudah dan instan. Tidak seperti menebang pohon dengan bantuan alat berat forest harvester yang dapat selesai dalam waktu singkat. Pada saat proses pembangunan inilah jalan di lokasi proyek justru bisa mengalami kemacetan yang jauh lebih parah dari biasanya. Hal ini tidak berlaku di tahun-tahun belakangan ini saja, tetapi juga di tahun 1980-an. Yap, pada tahun itu, kemacetan sudah cukup banyak terjadi di berbagai ruas jalan jakarta, dan saat itulah pertama kalinya dikenalkan sebuah teknik pembuatan jalan layang bernama sosrobahu. Teknik yang diperkenalkan oleh Ir. Tjokorda Raka Sukawati ini, dianggap mampu mengurangi kemacetan yang terjadi saat proses pembangunan jalan layang.
Jalan layang by pass A, yaitu jalan layang yang menghubungkan Cawang hingga Tanjung priok adalah yang pertama menggunakan teknik ini. Teknik sosrobahu sendiri adalah, proses pembangunan jalan layang dengan cara memutar bagian lengan jalan (pier head) setelah proses pembuatannya selesai. Untuk yang sering lewat jalan by pass tersebut, pasti tahu dong bagian atas di setiap tiang penyangga jalan yang memiliki lebar sekitar 22 meter? Bagian tersebutlah yang dinamakan pier head.
Awal proses pembuatan jalan layang dengan teknik ini sama seperti pembuatan jalan layang lainnya, yaitu pembuatan tiang penyangga (pier shaft) yang berdiri dijalur hijau. Setelah pier shaft selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah pembuatan pier head dengan bentuk searah dengan jalur hijau. Artinya, proses pembuatannya tidak akan dilakukan di atas jalan, sehingga tidak akan mengganggu kendaraan yang lewat. Setelah pier head ini selesai, barulah diputar 90 derajat dan akan berada tepat di atas jalan raya. Tentunya, memutar beton yang memiliki berat mencapai 480 ton ini bukanlah hal yang mudah. Sebelum mencobanya langsung dilapangan, Ir. Tjokroda Raka Sukawati ini terlebih dahulu mengadakan berbagai penelitian untuk memastikan teknik ini bisa digunakan.
Usahanya tidaklah sia-sia, karena cara ini terbukti sangat efektif dan digunakan untuk pembangunan jalan layang hingga saat ini. Tidak hanya itu saja, teknik ini saat ini juga banyak digunakan diberbagai negara lain. Saat ini, teknik ini telah dipatenkan dan terus dikembangkan agar menjadi semakin efektif dan efisien. (Vita)
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar